Thursday, February 22, 2007

CR... (Clinical Research)

Dulu waktu wawancara kerja ga ada bayangan sama sekali tentang uji klinik. Kayanya itu cuman 1 halaman dari sekian buku catetan farmol gw. Pas wawancara malah banyakan gw yang nanya ke usernya tentang CR. Sekarang udah kecebur disini.... asik juga, lumayan memenuhi kriteria pekerjaan yang gw pinginin.
Kalo baca catetan farmol kayanya uji klinik tu gampang lah, catetannya aja cuman 1 halaman. ternyata repot juga ya.
Secara garis besar, clinical research dibagi 2, data management and project management.
1. Data Management
Kerjanya mempersiapkan desain penelitian, perijinan (ke Badan POM and komite etik), dan nanti kalo semua data pasiennya sudah terkumpul dia yang menganalisis secara statistik. Kalo hasilnya OK mempersiapkan pula untuk dipublikasikan di jurnal ilmiah.
2. Project Management
Bagian ini lebih terjun langsung ke lapangan untuk nyari dokter2 yang qualified dan berkomitmen untuk penelitian, lalu juga memonitor apakah peneliti (yaitu dokter2 tsb) melakukan penelitian sesuai protokol dan sesuai standar GCP, dan yang terutama memastikan data pasien valid, akurat. GCP = Good Clinical Practice = CUKB = Cara Uji Klinik yang Baik

Supaya lebih kebayang, saya coba ceritain alur kerjanya. Misal suatu obat baru X (bisa obat sintetis atau obat herbal yang ingin jadi fitofarmaka, atau permintaan khusus dari BPOM yang minta sebelum obat tersebut dapet no reg diuji dulu efeknya pada pasien orang Indonesia) akan diuji klinik. Maka mula2 harus dipastikan data uji preklinisnya ada dan OK. Lalu searching2 di internet, mengenai penelitian tentang obat tersebut yang sudah ada sebelumnya. Misal obat X itu golongan AHT (Anti HyperTension). Dari hasil searching2 kita mulai buat design penelitiannya apakah mau dibandingkan dengan placebo, active control, atau both. lalu active controlnya mau golongan diuretik, ACEi, CCB, dll. Apa primary endpointnya (tekanan darah pastinya kalo obat AHT) lalu apakah ada secondary endpoint (misal profil lipid) trus pengobatannya gimana? titrasi atau flat aja, berapa lama, dll. biasanya kita buat design awalnya trus didiskusiin juga sama penelitinya dan konsultan kita.
Kalo designnya protokol udah beres, kita buat design CRF (case record form = formulir laporan kasus) yang gunanya untuk mencatat semua data pasien yg diperlukan. Lalu dibuat juga lembar informasi untuk pasien dan persetujuan pasien. Kalo udah beres, kita urus perijinan ke BPOM dan komite etik. ke BPOM kita ngajuin formulir UK-1 yang isinya ringkasan protokol penelitian lah intinya mah. ke Komite etik juga sama. Oiya Komite etik masih pada inget kan kuliah FRS? Pengajuan ke komite etik ini tergantung kita mau penelitian di mana. Misal kita mau penelitiannya di RSCM/FKUI maka kita ngajuin proposalnya ke komite etik RSCM. Misal kita mau penelitian di rumah sakit XYZ yang belum punya komite etik, maka bisa aja kita mengajukan proposalnya ke komite etik RSCM ntar dia yang nilai etis ga penelitian ini.

Kalo BPOM ok, Komite etik ok, maka penelitian sudah bisa dimulai. Sekarang mulai deh tanggung jawabnya project management untuk mngawasi pelaksanaan penelitian.
Peneliti (yaitu si dokter) mencari pasien yang kira2 memenuhi kriteria. Terus pasiennya diberi penjelasan mengenai penelitian ini, ntar kalo pasiennya setuju, tanda tangan di lembar persetujuan pasien. Baru deh pasiennya boleh ditindak. Kalo pasiennya ternyata nakal or ga patuh, bisa aja kita keluarin dari penelitian ini. Data2 si pasien dicatet di medical record n CRF. ntar kita crosscheck ke medical record apakah si dokternyalin datanya bener apa engga, trus kita cek juga apakah pasiennya memenuhi kriteria yang kita mau, trus treatmentnya sesuai protokol atau ga, datanya aneh atau ga. Oiya, kita juga mengontrol terus rekrutmen pasien. kalo rekrutmennya lambat, apa penyebabnya (apakah kriteria pasien yang terlalu susah atau dokternya males) dan langkah apa yang harus dilakukan untuk mempercepat rekrutmen pasien.

Jika sample size sudah mencukupi, maka data pasien ini akan dianalisa dengan metode statistik yang sesuai, oleh bagian data management. kalo hasilnya ok, tentu akan kita share juga dengan bagian marketing untuk membantu promosi. dan tentu saja dipublikasi di jurnal ilmiah. penulisan artikel publikasi kerjasama juga sama penelitinya. Mungkin dia pingin dimasukkin di jurnal mana yang ok, lalu kita bantu penulisannya jika dia membutuhkan bantuan (umumnya sih kita yang nulis ntar dokternya tinggal koreksi n nyantumin namanya).

Kalo data management itu banyakan berhadapan dengan komputer, internet, jurnal2, data. Sedangkan project management berhubungan dengan ketelitian, trus gimana cara menghadapi dokternya (ada yang cunihin, ada yang asik, ada yang strict, dll) pokonya gimana pinter2nya ngadepin mereka demi kelancaran penelitian dan agar hasilnya valid. Trus gimana caranya kita nyari2 info tentang situasi di site tersebut, karena mungkin aja penelitian jadi terhambat karena faktor dari luar. Trus cari info nama2 dokter yang emang seneng penelitian, siapa tau dibutuhkan untk penelitian selanjutnya

Sukanya di CR..... kalo proyeknya di luar kota ya jadi sering jalan2 keluar kota. Kalo melibatkan site di negara lain, ya jalan2 keluar negeri.
Banyak kenalan. Update terus dengan penelitian terbaru. Merintah2 dokter supaya kerjanya beres n bener (gaya lah..... secara sekarang ada di pihak sponsor alias yang punya proyek, dan dokternya jadi pelaksana proyek)

Yang suka bikin males kerja.... kalo kudu bongkar2 medical record yang ga jelas bentuk dan rupanya, kriting2 kertas dan tulisannya; ngeberesin supporting documents agar memenuhi standar GCP; ketemu dokter yang cunihin, kecentilan, kaga cakep, arogan

Sekarang ini ga banyak PMDN yang punya divisi CR. Setau gw dexa, kalbe, apalagi ya??
Kalo PMA yang punya divisi CR di Indonesia antara lain astra zeneca, Roche, Lundbeck...
CRO indonesia (contract research organization --> penyedia jasa uji klinik partikelir) antara lain namanya PUKO, Equilab, ga tau lagi.
Kalo PMDN, maka data and project management dilakukan di Indonesia. Tapi kalo PMA biasanya di Indonesia cuman ada Project management. Data management di headquarter atau di negara lainnya.

Apa lagi ya.... udah dulu deh. kalo ada pertanyaan lebih lanjut, silakan......

Monday, February 12, 2007

introspeksi diri lah...

LOOK AT INSIDE, DON’T BLAME OUTSIDE

Mengutip ucapan seorang Profesor: ”Gila!!! Perputaran uang di bisnis obat tuh larinya banyakan ke dokter, hampir...(saya lupa angka pasti yang Beliau ucapkan, tapi saya ingat di atas: 50%)...dari uang yang muter di bisnis obat masuk ke saku DOKTER. Jadi wajar aja lah klo Kepala Badan POM-nya dokter. Lha wong apotekernya sendiri ga kompak!”

Rasanya klop dengan yang selama ini saya dengar, walau hanya dari obrolan yang mewarnai permainan bridge kami, bahwa sebagian besar anggaran marketing perusahaan-perusahaan farmasi dialokasikan untuk entertain—kalaulah tidak etis saya sebut ”nyogok”—para dokter. Dan saat saya tanyakan ke Ibu saya—yang kalau sore hari jaga di tempat praktek seorang Dokter Spesialis, dia menjelaskan dengan gamblang: ”emang tuh, kalau lagi pengen seminar ke US, dia tinggal curhat aja ke setiap medrep yang dateng. Ntar mereka bakal berlomba nawarin paket perjalanan yang paling asik! Nah, si dokter tinggal milih aja mana yang paling cihuy...

Satu cerita lagi dari seorang teman yang—awalnya—ingin menerapkan idealismenya di dunia marketing yang sudah dia dengar sendiri kebobrokannya. Tapi terbuktilah ucapan seorang sahabat di zaman Rasulullah saw dahulu (saya lupa lagi nih, tapi yang pasti salah satu dari Khulafaur Rasyidin...) bahwa kejahatan yang terorganisir (saya artikan: sistemik) akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir. Singkat cerita, teman saya ini mencoba bertahan selama + 3 bulan di awal masa kerjanya sebagai medrep untuk tidak mengeluarkan sepeser pun rupiah untuk entertain setiap dokter yang dia kunjungi. Dia mencoba istiqamah hanya menjelaskan mekanisme kerja dan kualitas obat perusahaannya pada dokter-dokter tersebut. Namun di ujung bulan ke-3 itu pula dia ditegur oleh atasannya: ”saya heran, kamu khan sudah saya kasih duit untuk entertain dokter, kok ngga kamu pake? Liat tuh, sales kamu ga naek-naek, alias lurus-lurus aja! Pokonya jauh dari target, kita ga bisa kaya gini terus...toh kamu sendiri ikut rugi, kaga dapet bonus!!!” Maka teman saya ini pun menyerah, dan dia mulai bermain normal seperti semua teman-temannya sesama medrep.

Saya sendiri kurang tahu anggaran marketing yang normal dari suatu bisnis harusnya seberapa besar. Tapi yang saya yakin, anggaran marketing itu akan mempengaruhi harga jual produk ke konsumen. Sebagai gambaran, di perusahaan tempat saya dulu bekerja, divisi marketing adalah bagian yang benar-benar terpisah dari divisi produksi/manufaktur. Jadi divisi manufaktur membuat obat dan menghitung biaya produksi yang diperlukan, kemudian—bisa dikatakan—dijual ke divisi marketing dengan harga yang disepakati bersama. Selanjutnya obat ada di tangan divisi marketing sepenuhnya. Dapat terlihat, jika divisi marketing ini menganggarkan biaya marketing yang terlampau besar—selain pemasangan iklan di televisi-koran-papan reklame juga harus tetap meng-entertain dokter, maka harga obat yang diberikan ke tangan PBF (Pedagang Besar Farmasi) resmi akan semakin besar pula. Akhirnya, konsumen harus merasakan harga obat yang sangat mahal.

Konsekuensi lain yang lebih mengkhawatirkan dari sistem marketing yang ”sangat bergantung pada dokter” ini adalah pemberian obat yang tidak rasional oleh para dokter; dokter akan mengeluarkan/meresepkan obat tertentu dalam jumlah besar yang mengakibatkan tidak rasionalnya resep-resep yang dia tulis. Dapat dipahami dengan mudah, karena dokter telah banyak ”menerima” pemberian dari perusahaan farmasi tertentu maka dia akan ”berterimakasih” dengan banyak mengeluarkan/meresepkan obat dari perusahaan farmasi itu sehingga penjualan produk obat perusahaan itu meningkat.

Contoh pertama, ada seorang dokter yang—apapun penyakit pasiennya—akan selalu mengikutsertakan obat A kedalam racikannya. Contoh kedua, meskipun dokter tersebut sudah mengetahui penyakit si pasien sudah mereda, dia tetap meresepkan obat A dalam dosis yang tinggi. Kemungkinan besar, dokter tersebut sudah menerima entertain dengan nilai yang sangat besar dari perusahaan yang memproduksi obat A tadi. Ini hanya dapat dibuktikan dan disaksikan di lapangan langsung; berbicang-bincanglah dengan para medrep, atau korek-lah sang dokter langsung—bandingkan antara dokter putih dan dokter hitam (you know lah what I mean..?!), atau selidiki dari para perawat yang notabene merupakan orang terdekat dokter dan sedikit-banyak mengetahui kondisi pasiennya, atau yang paling penting nih: jadilah apoteker yang baik yang selalu standby di apoteknya dan melihat langsung lembaran-lembaran resep tersebut sambil dapat berkomunikasi (~counseling, ciehhh..!!) dengan sang pasien.

Saya kenal dengan seorang dokter putih, dan dia pernah menjelaskan bahwa suatu pengobatan haruslah holistik dan mempertimbangkan segala aspek, termasuk aspek ekonomi pasien dan keluarga pasien. Jadi jangan pukul-rata ­berprasangka buruk terhadap semua dokter. Justru para apoteker sendiri yang harus introspeksi diri: sepak terjang para apoteker di perusahaan-perusahaan farmasi dan kelakuan para apoteker penanggungjawab apotek ikut berperan dalam kekacauan bisnis obat ini. Mengingat apotek adalah salah satu ujung mata rantai distribusi obat, maka jadilah apoteker-apoteker yang bertanggungjawab di apotek yang—jika prasangka buruk saya akan profesi dokter di atas benar terjadi—dapat mencegah kasus-kasus pemberian obat yang tidak rasional sekaligus menutup pintu ”main mata” antara perusahaan farmasi dan dokter.

*(as usual..) Yang ga sepakat jangan marah! Mangga’, rame’in aja blog ini ama tulisanmu, otreh?!

…life’s just a small step…a step to meet ALLAH swt Smiling to you... :)

* ArAfAt *

Monday, February 05, 2007

PPIC...PPIC...PPIC...(asa tukang batagor keur jualan)

YOU KNOW IT AS “PPIC”… GREAT ALTERNATIVE ANYWAY

Sedikit cerita tentang kerja di INDUSTRI—diambil dari pengalaman dan pengamatan selama 6 bulan bekerja. Ngingetin lagi aja, klo Lulusan Farmasi (baik yang ngambil Apoteker ato engga, selanjutnya saya sebut: PHARMACIST) punya buaaanyaaak pilihan soal tempat/dunia kerja, jadi bukan cuma bikin obat yang bener di industri doank—bisa juga memasarkan obat-obat tersebut di wilayah Marketing, atau bisa bikin berbagai peraturan mengenai dunia farmasi di Dinas Kesehatan atau Balai Pengawasan Obat dan Makanan, atau bisa jadi mitra sejajar dokter di Rumah Sakit, atau bisa melayani pasien sekaligus berbisnis-ria di Apotek, atau juga bisa dll-dsb. (yang ga kesebut jangan marah! Langsung aja rame’in blog ini ama tulisanmu soal kerjaanmu okreh...PISS!!)

Naah, di industri sendiri banyak divisi/bagian yang bisa ”dicari lowongan kerjanya” oleh para pharmacist. Salah satunya—yang menurut saya kurang populer—adalah PPIC (Production Planning and Inventory Control). Tapi di tempat saya kerja dulu sih nama divisi ini: LOGISTICS. Dari namanya saja sudah bisa ditebak atau dikira-kira tentang kerjaan di divisi ini kan?! Kalau di-Indonesia-kan, kurang lebih: Perencanaan Proses Produksi dan Pengontrolan Inventaris (inventaris yang dimaksud disini tentulah yang berhubungan langsung dengan Proses Produksi).

Yang paling utama, PPIC bertanggungjawab terhadap pengadaan berbagai macam bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi, baik bahan aktif, bahan pembantu, maupun bahan-bahan kemas. Pokonya bagaimana caranya proses produksi bisa terus berjalan tanpa muncul berbagai masalah yang bersumber dari inventaris bahan baku produksi, misalnya: “minggu depan jadwal produksi tablet TrimetUzan®, tapi kartonnya ga lolos QC nih, karton yang baru paling juga datengnya bulan depan!!!”

Selanjutnya, karena yang setiap saat paling tahu mengenai jenis dan jumlah stok bahan-bahan baku yang disimpan di gudang adalah PPIC, maka PPIC pula yang harus merencanakan mengenai jadwal produksi; apakah besok giliran produksi tablet, sirup, atau yang lainnya… Jadi: “klo stok bahan untuk produksi tablet TrimetUzan® lagi ga ada, ya dalam waktu dekat jangan nge-jadwal-in tablet ini donk untuk diproduksi!!!”

Jadi jelas ya, klo PPIC harus mempertimbangkan berbagai aspek. Jangan sampe karena pengen ”aman”, semua bahan baku didatangkan dalam jumlah besar dari awal! Perlu perhitungan yang jelas-matang-akurat akan berbagai hal, diantaranya:

  1. Dimulai dari target produksi yang telah disepakati bersama (misal: ”pokonya bulan depan tablet TrimetUzan® harus ada 100 batch, sirop TrimetUzan® cukup 200 batch aja, dan krim TrimetUzan® saya minta cukup 300 batch!!!”).
  2. Mempertimbangkan lead-time (”waktu tunggu” maksudnya..) kedatangan barang sejak tanggal pemesanan (misal: ”mendatangkan avicel dari India untuk kebutuhan tablet TrimetUzan® butuh waktu 6 bulan sejak keluar in-voice!!!”).
  3. Mempertimbangkan kapasitas gudang tentunya. (misal: ”kapasitas gudang kita cuma 20 pallet tuh!!!”).

Hmm...baru 3 poin nih, apalagi ya?! Tapi cukup simple khan utk kamu yang suka tantangan nge-manage dan nge-planning??? Maksud saya, bakal kerasa puyeng-nya tuh ntar klo udah ngerasain sendiri. Tapi tenang aja, dengan sistem inventory yang canggih (kalau perusahaannya make yang canggih ya..huehehe..) ga akan sulit kok untuk memantau stok bahan baku dan bahan kemas yang jenisnya bisa mencapai ratusan!

Dari tanggungjawab divisi PPIC seperti tergambar kasar di atas, tentunya akan muncul pekerjaan-pekerjaan turunan yang menjadi tanggungjawab para staf PPIC, misalnya saja:

  • Meeting bulanan atau setiap X-bulan sekali dengan divisi-divisi terkait untuk menentukan target produksi. Otomatis haruslah menyiapkan report-report (alias laporan-laporan tahunan, bulanan, bahkan mingguan?!) untuk menghadapi meeting tersebut.
  • Membuat jadwal produksi plus memeriksa/monitoring kondisi stok bahan-bahan baku/kemas.
  • Penyiapan/pembuatan berbagai macam dokumen yang berhubungan dengan pemesanan/pengadaan bahan baku atau bahan kemas.
  • Korespondensi atau—kalau perlu—kejar pake telepon para supplier bahan baku atau bahan kemas.
  • Berkoordinasi dengan Divisi Produksi mengenai proses produksi yang sedang berjalan, akan berjalan, atau ”tertunda” berjalan.
  • Berkoordinasi dengan Divisi Quality (QA/QC) mengenai proses pemeriksaan bahan-bahan baku/kemas yang masuk.
  • Berkoordinasi dengan pihak gudang (di tempat saya bekerja, gudang ada di bawah divisi PPIC langsung), memastikan kondisi fisik gudang (penuh dengan barang ataukah sangat penuh!!!), mengontrol proses penyimpanan, penerimaan, dan pengeluaran barang berjalan sesuai SOP (Standard Operational Procedure), pembuatan SOP sebagai panduan kerja para staf gudang. Nah, mungkin ilmu farmasinya para pharmacist di divisi PPIC akan terlihat dibutuhkan untuk poin terakhir ini—concern in handling and storage of the materials!!!

Jadi gimana??? Tertarik untuk hijrah dan berkarir di dunia ”planning”? Keliatan khan, klo disini wawasan sebagai seorang pharmacist tetap dibutuhkan, plus skill management and planning-mu juga... Dan—kata seorang temen—klo ”kepepet”, peluang masuk ke divisi PPIC perusahaan non-farmasi pun terbuka lebar, tinggal nambahin ”product knowledge” dari perusahaan ybs aja tho, insyaAllah keterima deh di perusahaan itu, tul ga?!

…life’s just a small step…a step to meet ALLAH swt Smiling to you... :)

* ArAfAt *

Friday, February 02, 2007

Peran apoteker di apotek..????


Hmm.. sebenernya ya fi belum terlalu kompeten buat nulis artikel kaya gini.. berhub pengalaman di apotek fi baru sekitar 1,5 taun.. tapi kita sharing pengalaman aja okey.. mudah2an bermanfaat dan makin banyak apoteker yang mau terjun langsung ke apotek.

Di apotek ngapain ya???

Fi pernah itung, kurikulum FA ITB waktu fi kuliah disana (2000-2005), matakul semacam farmol, anfisman, pokonya yang mengarah ke farmasi klinik itu Cuma 8.3% dari total 144 sks.. mana pas kuliah kalo ditanya saudara obat batuk yang bagus apa ya merknya? Jawabnya berdasarkan pengalaman pribadi, ga ilmiah, dan berhub kita apoteker, tau bahwa pilek itu self limited disease yang sembuh sendirinya, dan obat adalah racun dalam jumlah kecil, jarang minum obat,he2.. kecuali dah parah banget, dan itu juga simtomatik kan..?? begitu obat ga nyampe terapetik efek, balik lagi deh gejala2nya.. sempet bete juga sih, pengen si nyalahin jurusan, kita diajarin obat buat penyakit kelas berat, kaya hiperlipid, hipertensi, (yg sebenernya bukan kewenangan kita untuk diagnosa dan kasi obat secara bebas, tau Cuma untuk cross check aja, bisi dokternya mahiwal, he2..) tapi penyakit “ecek2” (kaya pilek, diare, penyakit kulit dll) yang kita perlu banget buat konsultasi obat bebas di apotek kalo kita praktek ga diajarin, dianggap bisa sendiri, padahal kan??? Tapi dipikir2, mungkin fi yang salah masuk perguruan tinggi, FA ITB kan menspesialisasikan diri dalam bidang TEKNOLOGI, makanya ada di Institut, bukan universitas.. mungkin harusnya masuk ke UNPAD farmasinya, katanya lebih concern ke apotek.. tapi ga tau juga deng, belum tll survey..

Tapi pede aja.. cuek bebek.. artikel di internet buat penyakit ecek2 banyak, mims ada, buku mayo clinic ada.. hayu lah.. lagian ga sendiri ini, ada suamiku tercinta, yang diantara sela2 kuliah S2nya, standby juga di apotek.. jadi kalo ada konsul pasien yang kita ga ngerti satu orang ngajak ngobrol di depan, gali2 informasi, yang satu ke belakang, nguping sambil cari info di buku (buku praktis woy, jangan mikir GG, AHFS, USPDI, Katzung, kelaut aja deh tu buku!!!), trus keluar deh ma pilihan obat2nya, he2.. kalo udah kepaksa, bakal bisa lah.. kalo ga bisa banget baru suruh ke dokter, he2.. kita belajar dari pengalaman. Experience IS the best teacher.. J

Lagian di apotek tuh pasti ada aja yang nanya, siapa apotekernya, lulusan mana, angkatan berapa??? Jadi apoteker itu DICARI.. mereka seneng kalo ada apotekernya.. ”jadi bisa konsul dong”, katanya.. terus pas liat kita masih kaya anak2: ”wah masih pada muda udah terjun di apotek” J.. terus ketergantungan terhadap kita tuh ada, terbukti waktu ada yang gantiin fi pas fi ujian, ada yang bilang: ”ah tunggu si neng/aa nya aja, pasti tau..” he2.. terus kalo apotek kita tutup karena no pharmacist, no service da no karyawan, pasti pada comment: ”kok tutup sih??” Padahal kan ada apotek lain tuh.. J tapi mungkin kalo apotekernya ga pernah ada, ga tau juga orang yang ada jawab apa..???

Terus fi ada kesempatan KP di RS swasta di bandung.. something opened my eye here.. dan mudah2an ada yang tergerak jg.. (btw sebelumnya klarifikasi nih: bagian ini tidak ditujukan utk mengenyampingkan profesi tenaga kesehatan lain ya??? Cuma untuk MEMOTIVASI para apoteker yang sedang TERTIDUR!!!) nah, yang KP di IFRSnya waktu itu ada apoteker (kita), Assisten apoteker (anak2 SMA kelas 3), dan perawat (mahasiswa D3).. dan guess what????? Pengetahuan tentang merk obat: SAMA AJA ‘bego’nya ma kita.. pengetahuan tentang farmol obat: jelas kita LEBIH TAU.. praktek meracik: SAMA AJA.. Cuma mereka tau tips n trick dikit, tapi hasil SAMA.. lalu kenapa AA dan perawat yang ada di apotek dan atau RS kaya AFAAAAL banget dan NGERTIIIII banget ttg obat, farmolnya dan merk dagangnya.. dan jadi GALAK banget ma kita apoteker muda.. J ternyata mereka adalah yang memiliki PENGALAMAN di apotek.. karena mereka STAY TUNED di apotek.. apoteker aja yang pada cabut, jadi GA PINTER2..

Menyadari hal ini.. bahwa sebenernya kita punya keilmuan yang lebih lengkap untuk memahami obat, dan kita semua tenaga kesehatan awalnya startnya sama ga taunya tentang merk dagang yang banyak itu.. sadarilah bahwa AA itu anak2 SMA, pernah liat buku ajar farmakologinya?? Silahkan liat sendiri.. yang ngajar mereka farmol juga apoteker2.. dan bahwa kita juga BISA dengan pengalaman.. fi pikir, KENAPA kita ga mau terjun di apotek..??? kenapa kita takut ama banyaknya merk dagang??? Kenapa kita takut ga bisa konsul ma pasien tentang obat???

ternyata BANYAK hal yang perlu perhatian kita di apotek.. bagaimana dexamethason dipakai untuk obat penambah nafsu makan, bagaimana amox laris kaya kacang goreng, bagaimana kita liat si pasien dengan obat yang dia makan getting better/worse penyakitnya, bagaimana banyaknya pasien yang bingung mau makan obat pilek apa, atau bagaimana membedakan jamur dari eksem... dan MASIH banyak lagi..

memang di apotek itu bukan tanpa masalah.. tapi kerja di bidang lain pun, industri, RS, bank, dll PASTI ada aja masalah mah.. ya ga?? Tapi semua orang juga belajar untuk mengatasinya.. dan di bidang apapun kita kerja kita PASTI belajar lagi.. jadi kenapa ga sekalian aja belajar buat konsul di apotek, he2... J

he2.. masih belum menjawab ya kita ngapain aja di apotek.. day to day nya begini..

  • Buka apotek pagi2..
  • Bersih2..
  • Pesen2 obat..
  • Terima delivery obat..
  • Masukin faktur..
  • Beresin faktur..
  • Kontra bon..
  • Bayar tagihan..
  • Makan siang..
  • Nonton TV..
  • Terima resep..
  • Layanin resep..
  • Konsul obat bebas..
  • Cari2 info buat konsul obat..
  • Nuker ribuan, ratusan, 20 rban, 10 rban.. dsb ke bank/pom bensin dll..
  • Bikin laporan keuangan.. lap pajak.. lap narkotik..
  • Itung penjualan..
  • Cocokin penjualan ma jumlah uang di kasir..
  • Cocokin pengeluaran kas belakang dan jumlah uangnya..
  • Cuci piring
  • Matiin lampu & kunci & gembok..
  • Tommorow is another day.. J

Ya gitu deh.. simple kan?? He2.. pokonya buat lingkungan apotek kita senyaman mungkin, biar kita BETAH dan TETAP SEMANGAT!!! J

Dewi Fitriani -a.k.a Fifi-

Tuesday, January 30, 2007

Rasa Pede seorang Apoteker

Apoteker di Indonesia, mempunyai bidang kerja yang sangat luas, yang saya ketahui minimal ada tiga bidang utama yang harus di kelola oleh profesi apoteker, yaitu Pharmaceutical care (IFRS dan Apotek), Industri (Manufacturing, marketing, CRA dll) dan birokrasi. Dan masalahnya masing masing bidang ini menuntut pengetahuan yang sangat berbeda... ada yang menuntut pengetahuan Farmol yang mendalam, ada yang menuntut pengetahuan proses manufacturing yang mendalam.

Karena luasnya bidang yang harus di urus... sedangkan pendidikan apoteker di Indonesia belum 'terspesialisasi' akibatnya ketika masuk ke dunia kerja Apoteker itu menjadi profesional dengan pengetahuan yang nanggung..... ketika masuk dunia manufacturing (pengetahuan tentang proses dan alat-alat produksi masih terbatas), ketika masuk IFRS dan Apotek (pengetahuan farmol dan kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat terbatas)... akibatnya muncul rasa tidak pede akan kemampuannya.... nah masalah tidak pede ini yang menurut saya memicu beberapa masalah 'penghargaan' terhadap profesi Apoteker.

Padahal pede aja lagi.... toh bidan juga Pede memberikan NIFEDIPIN untuk orang diare.... dan saya yakin separah apapun pengetahuan Farmol Apoteker hal itu tidak akan terjadi...
Tetep 'pede' dan improve your self ....... he..he...he gampang amat kalo cuma ngomong :)

Apoteker... profesi basah tapi.....

Sharing sekaligus nanggepin komentar aldi mengenai gaji apoteker yang ga sebanding dengan ilmu dan tanggung jawabnya.
Sebenernya profesi apoteker itu banyak yang ngincer, selain dokter yang suka menginvasi wilayah kerja kita, ternyata perawat dan bidan pun mulai kepingin juga jadi apoteker.
Berikut ini hasil ngobrol2 gw dengan seorang dokter. Jadi ternyata sekarang perawat pun diberikan ijin untuk menuliskan resep. Tetapi hanya perawat yang sudah berpengalaman di bidang tertentu. Contoh, dia sudah beberapa tahun bekerja bersama dokter spesialis mata, maka dia pun bisa punya ijin untuk menuliskan resep untuk obat mata. Jadi dia akan punya kop resep seperti yang dokter punya, dengan nama dia sendiri dan spesialisasinya dimana.
SIAL!!! kita aja yang sekolahnya khusus belajar obat kaga bisa seenaknya ngasi resep. trus ngurus SP aja susah!
Terus cerita ke-2 adalah banyaknya bidan yang sok2 bertindak sebagai dokter dan apoteker. Jadi ada 1 kasus pasien kami yang dikasi nifedipin oleh seorang bidan karena pasien tersebut mengeluh diare. Bayangin dong, DIARE dikasi NIFEDIPIN.
Jadi sebenernya banyak yang pengen bertindak sebagai apoteker, tapi kenapa apoteker yang beneran gajinya malah kecil banget?
Trus pertanyaan kedua, kemana apoteker? kenapa bisa kejadian kaya gini?

Friday, January 26, 2007

Apa yang salah dengan Apoteker Indonesia???

Btgl021thepharmacistposters Dari kecil saya memang tidak pernah punya cita-cita untuk jadi apoteker . . . Dulu sering terbersit untuk jadi arsitek, tapi ternyata Allah berkehendak lain. Kun fa yakun !! Maka jadilah Aldi Daswanto, S.Si., Apt., dengan segala hak dan kewajiban yang melekat pada gelar-gelar itu. Alhamdulillah ternyata saya dipercaya untuk memegang amanah berat ini (sebagai seorang apoteker)

Tapi, ternyata, Apoteker di Indonesia adalah profesi yang sangat-sangat penuh dengan masalah. Complicated...
Contoh :

  1. Sangat banyak orang tidak mengenal apa itu profesi apoteker, tapi yang lebih parah, apotekernya sendiri yang tidak mengenal apa itu profesi apoteker, sehingga apresiasi masyarakat luas untuk profesi apoteker sangat-sangat kurang (karena memang kontribusi apoteker untuk masyarakat luas pun sangat-sangat kurang)
  2. Organisasi profesi yang berhibernasi, tidur cukup lama. Bahkan banyak rekan-rekan apoteker yang bertanya, "Apa sih untungnya terdaftar jadi anggota ISFI?" -ISFI Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia-Organisasi Profesi Apoteker Indonesia- Tapi mudah-mudahan ISFI yang sekarang bisa lebih baik, karena minimal terlihat sudah punya niat kuat untuk mulai bangun dari tidurnya.
  3. Standar gaji apoteker yang termasuk rendah, apabila dibandingkan dengan tingkat kesulitan ilmu dan resiko pekerjaan yang akan dihadapi. Pekerjaan apoteker tentu sangat berhubungan dengan keselamatan jiwa seseorang, karena sangat erat hubungannya dengan obat yang notabene racun bagi tubuh (walau semua kembali kepada takdir Allah SWT).
  4. Masih banyak apoteker yang merasa "tidak ada apa-apa / semua baik-baik saja " dengan profesinya. Nah ini yang lumayan parah. Gimana kondisi profesi ini bisa membaik jika personilnya sendiri tenang-tenang saja.
  5. Kurangnya kepercayaan diri kebanyakan rekan sejawat apoteker akan ilmu yang dimiliki maupun tentang profesi yang disandangnya. Tentang tidak PD masalah ilmu ini, saya termasuk sering mengalaminya juga.
  6. Ada yang mau kasih komentar? Menambahkan? Atau mengurangi? Atau lainnya?

Masih ada niat untuk merubah keadaan ini nggak? Wahai para apoteker? Ada ide? Saya juga masih bingung...

(lukisan yang saya insert di post ini adalah The Pharmacist yang dilukis oleh Salvador Dali)


Aldi Daswanto

obrolan di suatu sabtu senja . . .

Aldi Daswanto : pulang lari lsg sarapan, beli susu murni, trus tidur.... bangun pas dzuhur
Aldi Daswanto : bada dzuhur momotoran sampe ke kbon klapa + liat alun2 baru
Aldi Daswanto : dan berakhir di warnet zamzam
Aldi Daswanto :
Akhmad M. Arifin : asik kalee
Akhmad M. Arifin : sy cuma ngendon depan komp
Akhmad M. Arifin : nyicil e-bundel
Aldi Daswanto : dan makan siang pake timbel di dpan taman lalu lintas
Aldi Daswanto :
M. Lutfi Asyairi : eh giman pin kabar KP???
M. Lutfi Asyairi : si dudung kp di mana??
Aldi Daswanto : iya nampak menyenangkan
Aldi Daswanto : (KPnya)
Akhmad M. Arifin : siapa yang menyenangkan?
Akhmad M. Arifin : dudung ato KP saya?
Aldi Daswanto :
M. Lutfi Asyairi : wah..wah ngak jelas gini
Akhmad M. Arifin : KP saya mah asik2 aja
Aldi Daswanto : apa yg gak jelas? ipin ato dudung, ato tempat KPnya..?
Akhmad M. Arifin : da masih keliling2 ke tiap asisten manager
Aldi Daswanto : eh iya pin, tadi account milis fa2000 sy utak-atik
Akhmad M. Arifin : paling kemaren jalan2 liat gudang KF
Akhmad M. Arifin : iyah terus..
Aldi Daswanto : sy tambahin footer
Aldi Daswanto : trus di blogger klo mau bikin kategori gimana..?
Akhmad M. Arifin : ooo klo mo pake kategori musti di utak atik htmlnya
Akhmad M. Arifin : coba acara search di google
Aldi Daswanto : ohhh
Aldi Daswanto : hmmm
Aldi Daswanto : ntar sy coba
Aldi Daswanto : ada yg mau bikin artikel yg provokatif gak..?
Aldi Daswanto : biar "hidup" nih blognya
Akhmad M. Arifin : sch as?
Aldi Daswanto : apa pun
Akhmad M. Arifin : such as?
Akhmad M. Arifin : lutfi mungkin?
Aldi Daswanto : bicara gaji kek
Aldi Daswanto :
Aldi Daswanto : bandingin ama anak teknik
Aldi Daswanto :
Akhmad M. Arifin :
Akhmad M. Arifin : salah..
Aldi Daswanto : ato bicara kasus apoteker apotek yg nrimo dikasi gaji 750/bulan
M. Lutfi Asyairi : yah masih tetep ... jadi provokator
Akhmad M. Arifin : klo mo bandingin gaji tuh..liatnya musti dua arah, musti liat juga anak2 univ lain yang susah dapet kerja
Aldi Daswanto : ya terserah
Aldi Daswanto : pokoknya provokatif
Akhmad M. Arifin : ya iyalah apoteker itu nerimo aja..
Aldi Daswanto : trus alamat blognya di formward ke milis
Akhmad M. Arifin : secara dia istrinya PSA koq
Aldi Daswanto :
Aldi Daswanto : kmaren jug ada kasus
Aldi Daswanto : apoteker yang bersedia kerja 11 jam sehari di apotek
M. Lutfi Asyairi : yah masih banyk kan temen temen kita yang ngambil apotek untuk sampingan
Aldi Daswanto : kan kachou
M. Lutfi Asyairi : padahal itu masih teman dalam lingkaran farmasi 2000
Akhmad M. Arifin : lah..bukannya klo kita PSA merangkap APA emang musti full time ?
Aldi Daswanto : itu kasus lain
Akhmad M. Arifin : i mean like... "full time"
M. Lutfi Asyairi : tapi kan mestinya pelayanannya full
Aldi Daswanto : ini apoteker dan PSA beda orang
M. Lutfi Asyairi : ngak boleh setengah hati
Akhmad M. Arifin : ooo
Aldi Daswanto : 11 jam sehari tuh gak sesuai sama UU ketenagakerjaan
Aldi Daswanto : ntar sy cek lagi UU-nya
Akhmad M. Arifin : tapi da efektif kerjanya juga..
Aldi Daswanto : yang notabene apotek baru yang buka 7 hari seminggu
M. Lutfi Asyairi : kalo 11 jam ngak boleh ...
Akhmad M. Arifin : coba tanya lah ama KP di apotek
M. Lutfi Asyairi : kan seminggu max 40 jam
Aldi Daswanto : jadi total kerja seminggu 11x7
Aldi Daswanto : jam
Aldi Daswanto : gila gak tuh..?
M. Lutfi Asyairi : ]diatas 40 jam lembyr
Aldi Daswanto : tapi malah apotekernya yang bersedia kerja 11 jam sehari
Aldi Daswanto : lagi butuh cuit kali ya..?
Aldi Daswanto : duit
Akhmad M. Arifin : itu mah apoteker maruk..
Aldi Daswanto :
M. Lutfi Asyairi : yah serba salah
Aldi Daswanto : tapi kasian
Aldi Daswanto : eh obat generik masih kosong di pasaran..?
Aldi Daswanto : terutama amoks
Akhmad M. Arifin : klo dia udah berkeluarga..ato jadi tumpuan keluarga mah.. mungkin reasonable
Aldi Daswanto : ???
Akhmad M. Arifin : gak tau tuh
Akhmad M. Arifin : tapi da pabriknya juga males produksi
Aldi Daswanto : iya
Akhmad M. Arifin : sempet ngobrolin itu ama para AsMan
Aldi Daswanto : dan hasilnya..???
Akhmad M. Arifin : logis banget.. klo dari sisi produksi
M. Lutfi Asyairi : yah memang rugi kayaknya bikin generik
Akhmad M. Arifin : klo alasan KF
Aldi Daswanto : alasan KF gimana pin..?
Akhmad M. Arifin : diskon besar di generik bisa kluar karena sistem subsidi silang
Akhmad M. Arifin : jadi obat merek KF emang naik2 kan harganya
Akhmad M. Arifin : nah si menteri ini ngira..
Akhmad M. Arifin : perang diskon generik
Aldi Daswanto : hmmm
Akhmad M. Arifin : emang karena biaya produksi murah
Akhmad M. Arifin : jadi langsung nebak
Akhmad M. Arifin : kenapa gak sekalian aja di turunin harganya
Akhmad M. Arifin : emang bisa aja di produksi
Akhmad M. Arifin : tapi cuma buang waktu n tenaga pabrik
Akhmad M. Arifin : karena gak profitable
Akhmad M. Arifin : gitu kira2
Aldi Daswanto : harusnya sih ada sistem subsidi dari pemerintah khusus untuk obat generik (mungkin gitu ya..?)
Aldi Daswanto : hehehe
Aldi Daswanto : utang pemerintah aja byk bgt
Akhmad M. Arifin : hmmm..
Akhmad M. Arifin : tp kmaren baca di pharmaexec.com
M. Lutfi Asyairi : kayaknya bukan di subsidi obatnya
Akhmad M. Arifin : tahun 2005 itu trend generik gila2an di Amerika
M. Lutfi Asyairi : tapi asuransi kesehatan
Akhmad M. Arifin : total koq..
Akhmad M. Arifin : dah baca yg pdf nya audrey kan?
M. Lutfi Asyairi : ngak juga tuh pin .... kalo dari total $ yang dikeluarkan generik itu cuma 20%
Aldi Daswanto : nah tu
Akhmad M. Arifin : maksudnya
M. Lutfi Asyairi : dari total $ ... emang kalo dari sisi jumlah /r dominan generik
Aldi Daswanto : atau keluarin kebijakan gak ada generik sekaligus
M. Lutfi Asyairi : saya baca di artikel ims tahun 2004
Akhmad M. Arifin : bukan fi..
Akhmad M. Arifin : tapi untuk pertamakalinya dalam sejarah
Akhmad M. Arifin : penjualan obat generik bisa melebihi obat merk
M. Lutfi Asyairi : dari segi apaanya???
Aldi Daswanto : atau dibalik.... obat merek dihapus... ganti generik semuanya
Akhmad M. Arifin : salah satunya gara2 obat2 asma dah pada ais masa patennya
Akhmad M. Arifin : dari sisi penjualan
Akhmad M. Arifin : tapi angger
M. Lutfi Asyairi : saya ada artikelnya... saya kirim yah ke email
Akhmad M. Arifin : Pfizer juara 1
Aldi Daswanto : kirim aja fiii
Akhmad M. Arifin : ke 2 nya GSK
Aldi Daswanto : tapi staff glaxo-nya kabur ke majalaya
M. Lutfi Asyairi : sya juga siap siap kabur
Aldi Daswanto : eh obrolan ini kynya sy post di blog aja
M. Lutfi Asyairi : dah saya kirim tuh ke email kalian
Aldi Daswanto : oke
M. Lutfi Asyairi : artikel profil perusahan farmasi di as
M. Lutfi Asyairi : dan profil penjualanobat di sana tahun 2004
Aldi Daswanto : sip
Akhmad M. Arifin : okey
Aldi Daswanto : sy pernah liat print outnya dulu sekilas tapi blum baca detil
M. Lutfi Asyairi : di g mail
Akhmad M. Arifin : klo yang pdf nya audrey dah baca blum fi?
M. Lutfi Asyairi : dah tapi lupa lagi
Akhmad M. Arifin : ya itu..data penjualan obat terbaru
Aldi Daswanto : audrey kan yang urutan industri farmasi itu kan..?
Akhmad M. Arifin : iya..
Akhmad M. Arifin : tapi isinya juga tentang trend penjualan obat
Akhmad M. Arifin : termasuk masalah 'kemunculan" obat biologis -naon ieu teh?-
Aldi Daswanto : ntar sy donlod dulu
M. Lutfi Asyairi : yup kalo ngak salah
Akhmad M. Arifin : yg ngambil porsi pasar gede
Akhmad M. Arifin : ama trend ttg merger n akuisisi antar pabrik
Aldi Daswanto : iya2
Akhmad M. Arifin : cieeehhh.. berasa obrolan antar AsMan kieu euy..
Aldi Daswanto : obat biologis tuh "obat2an" hormon..?
Akhmad M. Arifin : tau tuh?
Akhmad M. Arifin : pie?
M. Lutfi Asyairi : vaksin kali
Aldi Daswanto : protein based..?
Akhmad M. Arifin : iyah meureun
M. Lutfi Asyairi : mungkin kan banyak yang kaya gitusekarang mah
Aldi Daswanto : hooh biotek makin berkembang aja
Akhmad M. Arifin : tp di MIMS koq gak ada ya?
M. Lutfi Asyairi : kan ada dibelakang di golonga vaksin
Aldi Daswanto : biasa lah kadang update datanya rada lambat
Aldi Daswanto : eh itu sih ISO bukan MIMS
Akhmad M. Arifin : eh bedanya MIMS ANnual dgn MIMS apaan?
Aldi Daswanto : sy gak tau
M. Lutfi Asyairi : ngak tau jga
Akhmad M. Arifin : btw, MIMS tuh adanya bahasa indonesia atau bahasa Inggris?ato 2-2 nya?
Aldi Daswanto : MIMS ada yg edisi farkot ya..?
Aldi Daswanto : kmaren udah kluar yg bhs indo-nya
M. Lutfi Asyairi : yup ada yang edisi farkot. kalo ngak salah cuman english
Akhmad M. Arifin : edisi farkot? yg annualnya?
Akhmad M. Arifin : warna merah oranye
Akhmad M. Arifin : ?
Aldi Daswanto : wah masalah warna sy gak hapal
Aldi Daswanto : yg jelas isinya lebih lengkap+lebih tebel
Aldi Daswanto : eh pin, sy bikin database di yahoogroups fa2000
Aldi Daswanto : gimana cara sosialisasi ke anak2 ya..?
Akhmad M. Arifin : okey
Akhmad M. Arifin : tinggal di rilis dimilis aja kali ?
Aldi Daswanto : biar ada link di milis dan anak2 bisa lngsung ngisi
M. Lutfi Asyairi : tuh kan pin klo di data total penulisan resep generik 41% total uangnya cuman 8%
Akhmad M. Arifin : downloadnya blom beres
Akhmad M. Arifin : warnet
Akhmad M. Arifin : ma'lum...
Aldi Daswanto : yup sy juga sedang mendonlod
Aldi Daswanto : maksud total uang..?
Aldi Daswanto : 8% dari total nilai omset penjualan obat gitu..?
M. Lutfi Asyairi : yup
Aldi Daswanto : brarti harganya emang jauh ya..?
Akhmad M. Arifin : iya yah?
M. Lutfi Asyairi : yah begitu lah kalo paten
Aldi Daswanto : download complet
M. Lutfi Asyairi : tapi andikita mah bukan paten
Akhmad M. Arifin : tp itu kan 2004 pi
Aldi Daswanto : andikita..?
M. Lutfi Asyairi : yang ada cuman generik bermerk
Akhmad M. Arifin : apa karena patennya pada abis
M. Lutfi Asyairi : slah dikita bukn paten
Akhmad M. Arifin : trus enjualannya dipindahin ke gnerik berlgo ya?
M. Lutfi Asyairi : kurang tau atuh.... tapi kayaknya karena selisih harga paten - generik yang jauh
Aldi Daswanto : nah itu selisih harga emang jauh bgt
M. Lutfi Asyairi : tapi itu paten dan generik.... di indonesia kan generik ber merk dan generik tidak bermerek
M. Lutfi Asyairi : kan obat me-too bukan paten
Akhmad M. Arifin : mee too mah cuman isilah marketing aja ka?
M. Lutfi Asyairi : itu artikel bab pertma buku design pabrik farmasi... kalo butuh saya punya file nya tapi gede... dari e library Pfizer
M. Lutfi Asyairi : ada inay tuh
Akhmad M. Arifin : terus??
Aldi Daswanto : obat generik emang dibutuhin sama orang2
M. Lutfi Asyairi : ngak ... mee to itu obat yang patennya dah abis
Aldi Daswanto : maksudnya generik tidak bermerek
M. Lutfi Asyairi : ada paten - obat abis paten - ada generik
Akhmad M. Arifin : klo misalnya obat paten yg cuma ngerubah sedikit sruktur?
Akhmad M. Arifin : itu ke itung meetoo?
Aldi Daswanto : me too itukan zat aktifnya sama persis
Aldi Daswanto : bukan begitu..?
Aldi Daswanto : berhubung patennya dah abis,
Aldi Daswanto : jadi bisa diproduksi ama pabrik lain...
M. Lutfi Asyairi : contoh lipitor (sekarang masih paten) - 2007 dah ngak paten - terus enar bakal ada generiknya astrovastatin
Aldi Daswanto : bukan begitu..?
Aldi Daswanto : tapi abis paten bukan berarti yg lipitornya gak prduksi lagi kan..?
M. Lutfi Asyairi : kan mee-to itu harusnya harganya ngak setinggi paten
Akhmad M. Arifin : atorvastatin.. obat Hiperlipid golongan...poho deui
Aldi Daswanto : trus ntar pfizer mau produksi atorvastatin generik kah..?
M. Lutfi Asyairi : tetep lipitor masih ada... tapi otomastis harganya akan turun karena akan ada saingan astrovastatin dari pabrik lain baik dengan bermerek atao generik
Akhmad M. Arifin : lipitor teh obat naon?
M. Lutfi Asyairi : ngak tau.. kalo norvask pfizer dah ngeluarin norvask askes
Aldi Daswanto : maksudnya norvask versi ekonomis gitu fi..?
Akhmad M. Arifin : norvask teh..oba asma lain?
M. Lutfi Asyairi : lipitor .... astrovastatin .... generasi lanjut simvastatin
M. Lutfi Asyairi : bukan obat tekanan darah tinggi (norvask)
Akhmad M. Arifin : oooo
Akhmad M. Arifin : si gw cabut duluan ya
M. Lutfi Asyairi : yup
Akhmad M. Arifin : ma'lum lah warnet
Aldi Daswanto : trus... kalo ternyata pfizer produksi lipitor skaligus astrovastatin... pasti biaya produksi keduanya gak bakal jauh beda ya..?
Aldi Daswanto : maksudnya lipitor sama astrovastatin yg generik
M. Lutfi Asyairi : ya biaya produksi nya ngak akan jauh berbeda... tapi kan biaya risetnya harus ditung juga
Akhmad M. Arifin : gak ajdi deng
Akhmad M. Arifin : bentar lagi aja
M. Lutfi Asyairi : makannya harga paten itu tinggi
Aldi Daswanto : riset...
M. Lutfi Asyairi : riset r&D nyari zat aktifnya
Aldi Daswanto : oh iya paten ya..?
Aldi Daswanto : hmmm
Aldi Daswanto : tapi kasus di indonesia
Aldi Daswanto : berhubung harga diturunin
Aldi Daswanto : jadi pabrik2 pada gak produksi obat generik...
Aldi Daswanto : benarkah..?
Aldi Daswanto : tapi emang kenyataannya obat generik stoknya berkurang
Aldi Daswanto : (terutama pabrik PMDN)
Aldi Daswanto : kalo PMA sih sy percaya
M. Lutfi Asyairi : kalo itu bukannya masahnya di marketing yang ngak sehat
M. Lutfi Asyairi : jadi dokter pada ngak nulis resp generik
Aldi Daswanto : bisa juga sih
M. Lutfi Asyairi : karena kalo obat mee to ada komisinya
Aldi Daswanto : tapi ini kynya itung2an dari proses produksi juga
Aldi Daswanto : biaya produksi
M. Lutfi Asyairi : kayaknya kalo dari segi produksi... asal penjualannya banyak.. masih ke kejar kok
Aldi Daswanto : gitu ya..?
M. Lutfi Asyairi : yah untung kecil kalo volume nya besar tetep gede kan
Akhmad M. Arifin : ada sisi positifnya sih..
Aldi Daswanto : tapi sy denger kabar juga beberapa pabrik PMDN
Akhmad M. Arifin : pabrik2 dah mulai mempertimbangkan produk fitofarmaka
Aldi Daswanto : nahan produksi generiknya
Akhmad M. Arifin : apalagi klo pangsa pasarnya ekspor
Aldi Daswanto : karena marketing mereka gak terlalu masalah
M. Lutfi Asyairi : btw dengan berkembangnya fitofarmaka ... berkembang juga Clinical Research Assosiate
M. Lutfi Asyairi : kayak Equilab
Akhmad M. Arifin : suuk bgt
Aldi Daswanto : hehehe
Akhmad M. Arifin : tapi lucunya.. Sa*** bikin SanClin
Aldi Daswanto : yang isinya..?
Akhmad M. Arifin : bakal 'sebagus" apa ya data uji klinisnya
M. Lutfi Asyairi : apaan tuh SanClin???
Akhmad M. Arifin : SanClin kerjaannya sama ama Equilab, tp punya sanbe
Aldi Daswanto : ohh
Aldi Daswanto : terus kok lucu pin.?
Akhmad M. Arifin : ya kan ..data uji BA/BE Sa*** tea teu puguh angka na ti mana..
Aldi Daswanto : hmmm
M. Lutfi Asyairi : he..he..he kan dulu kita perah jadi sukarelawa na Pin
Akhmad M. Arifin : trus pa yahya nya pengen bikin klinik riset?
Aldi Daswanto : sanclin (ky merek pemutih)
Aldi Daswanto : woooo....
Akhmad M. Arifin : yuuuu
Aldi Daswanto : ya asal bener aja kerjanya
Akhmad M. Arifin : suudzon pisannya
Aldi Daswanto : dan kesejahteraan apoteker yg kerja di situ (kalo memang mau mempekerjakan apoteker)
Akhmad M. Arifin : btw.. Indonesia meungan euy!!
Akhmad M. Arifin : menunang
Akhmad M. Arifin : menang
Aldi Daswanto : 2-1 lawan lengkuas..?
Akhmad M. Arifin : ah keyboardnya keras kalii
Akhmad M. Arifin : 3-1
Aldi Daswanto : hohoho tadi terakhir liat masih 2-1
Akhmad M. Arifin : trus yang Indo umur 23 nya menang lawan singapura
M. Lutfi Asyairi : yup 3-1
Aldi Daswanto : si inay di invite gak dateng2
Akhmad M. Arifin : sibuk kaleee?
M. Lutfi Asyairi : dia bukannya dari Hp
Yahoo! Messenger : Dudung Saputra has joined the conference.
Aldi Daswanto : kalo dari hp tulisannya I'm Mobile
Aldi Daswanto : ada tamu tuh
M. Lutfi Asyairi : dungs
Dudung Saputra : naon ieu teh
Aldi Daswanto : sok kira2 naon..?
Akhmad M. Arifin : ti mana ieu dung?
Dudung Saputra : dibdg lah
Akhmad M. Arifin : kumaha KP?
M. Lutfi Asyairi : acara gosip
M. Lutfi Asyairi : malem mingguan
Dudung Saputra : nya kitu we pin
Aldi Daswanto : biasa lah kaya gak tau kita aja
Dudung Saputra : di titah mengamati
Aldi Daswanto : KP di mana..?
Dudung Saputra : di cianjur
Aldi Daswanto : cianjur..? piridam..?
Dudung Saputra : yoi
Aldi Daswanto : sama mas tursino ya..?
Dudung Saputra : heeh
Dudung Saputra : duaan we
Aldi Daswanto : fi artikelnya ky baru bisa sy donlod ntar subuh
Aldi Daswanto : filena rada gede euy
Akhmad M. Arifin : yg saya malah crash downloadnya
Akhmad M. Arifin : selesai tapi filenya ga utuh
Aldi Daswanto : slamet yeee
Akhmad M. Arifin : cae deh
M. Lutfi Asyairi : kok di saya bisa di down load.. padahal di warnet... filena 2.6 mega
Akhmad M. Arifin : cape
Aldi Daswanto : Generic prescription volume surpassed branded volume for the first time in US history, as generic drug manufacturers became more aggressive in their efforts to gain market share.

untuk keamanan beberapa pihak, percakapan telah melalui proses penyuntingan . . .

Pfizer Rencanakan PHK 10 Ribu Karyawan

24 Januari 2007

NEW YORK--Perusahaan pembuat obat perkasa Viagra, Pfizer Inc., mengumumkan akan memangkas 10 ribu karyawannya. Cara itu dilakukan perusahaan farmasi raksasa itu sebagai bagian dari skenario pemangkasan biaya operasional mereka.

Pengumuman tersebut cukup mengejutkan. Pasalnya, lansiran soal pemangkasan karyawan itu dilakukan Pfizer hanya beberapa jam setelah perusahaan raksasa farmasi itu mengumumkan bahwa hampir tidak ada perubahan dalam penjualan mereka di kuartal keempat ini. Setelah itulah, Pfizer kemudian mengumumkan rencana untuk melepas setidaknya 10 persen tenaga kerjanya di seluruh dunia hingga akhir 2008 mendatang.

Menurut Chief Executive Pfizer, Jeffrey Kindler, yang mengambil alih tampuk pimpinan pada pertengahan Desember lalu itu, perusahaannya juga telah menetapkan untuk menutup dua pabrik mereka di Amerika Serikat. Selain itu, sebuah pabrik di Jerman juga siap mereka jual, sementara dua lembaga riset yang mereka dirikan di AS, satu di Jepang dan satu lagi di Prancis, siap ditutup. "Pfizer adalah sebuah perusahaan besar dengan masa depan yang hebat," kata Kindler dalam sebuah pernyataan persnya. "Kami menghadapi tantangan-tantangan yang signifikan. bagaimanapun, kami tengah menghadapi satu perubahan yang sangat besar di bisnis ini," katanya, menambahkan.

Besar karena Viagra, Pfizer memang tidak begitu beruntung pada produk lain. Dua jenis obat antiotika produksinya, Zithromax dan obat antidepresi, Zoloft, kurang diterima pasar. Begitu pula obat antikolesterol yang mereka pasarkan, Lipitor. Belum lagi kasus yang melibatkan obat yang sebelumnya mereka andalkan, torcetrapib. "Saya percaya, kami harus melakukan perubahan yang mendasar atas perusahaan kami," kata Kindler. Cara itu menurutnya akan mampu memunculkan keuntungan dari berbagai kesempatan yang ada. Pemotongan karyawan itu pun, kata Kindler, akan menghemat sekitar 1,5 hingga 2 miliar dolar AS dari biaya tahunan sebelumnya.

Sementara itu, rencana Pfizer Inc mengurangi 10 ribu atau 10 persen pekerja mereka itu tampaknya akan diikuti pesaingnya, seperti GlaxoSmithKline Plc dan Sanofi-Aventis SA. Sebagaimana Pfizer, Glaxo, Sanofi dan produsen obat lainnya juga menghadapi persaingan murahnya harga obat generik. Dengan cara sebagaimana dilakukan Pfizer, mereka akan memperoleh keuntungan serupa, yakni menghemat pengeluaran operasional. afp/ap
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=280020&kat_id=4